Minggu, 21 Desember 2008

MIDDLE RANGE THEORY
CHRONIC SORROW THEORY & APLIKASIKEPERAWATAN
(Georene Gaskill Eakes, Mary Lermann Burke Dan Margaret A. Hainsworth)
Oleh. Elisyabeth, Suselo, Priyanto, Qori, Windah, Ria H


HISTORIS PERSPEKTIF

Georgene Gaskill Eakes
Georgene Gaskill Eakes lahir di New Bern, North Carolina. Dia menerima Diploma keperawatan dari Sekolah keperawatan Rumah sakit Watts di Durham, north carolina 1966 dan pada tahun 1977 dia lulus Bacalaureate dengan Summa Cumlaude dari North Carolina Agricultural dan Technical State university. Eakes melanjutkan M.S.N pada University of North Carolina di Greensboro pada tahun 1980 dan Ed D dari North Carolina State University pada tahun 1988. Eakes menerima penghargaan untuk study masternya dan dari north Carolina league untuk studi doktoralnya. Dia dilantik dalam Sigma Theta Tau International Honor Society of Nurses pada 1979 dan Phi Kappa Phi Honor Society pada 1988.

Pada awal pekerjaannya, Eakes bekerja di lingkungan akut maupun komunitas berbasis psikiatrik dan kesehatan mental. Pada tahun 1980 dia bergabunng pada fakultas di East Carolina University School of Nursing Greenville, North Carolina dan sampai sekarang.
Eakes beminat dalam permasalahan yang berkaitan dengan mati, kematian, berkabung dan kehilangan sampai tahun 1970 saat dia mengalami ancaman hidup berupa injuri adanya kecelakaan mobil. Pengalaman mendekati kematian meningkatkan kesadarannya tentang bagaimana mempersiapkan pelayanan kesehatan profesional dan saat individu dihadapkan pada kematian serta kurangnya pemahaman tentang reaksi berduka dalam situasi kehilangan. Dimotivasi oleh pengalamannya, dia memulai usaha penelitian untuk investigasi tentang kecemasan menjelang kematian diantara para perawat dalam setting perawatan jangka panjang dan mengeksplorasi resolusi griefing diantara perawat akut.

Pada tahun 1983, Eakes mendirikan pelayanan komunitas, dua kali sebulan mendukung kelompok untuk diagnosa kanker maupun yang lainnya yang signifikant dia sebagi co-facilitate. Keterlibatannya dalam kelompok ini menyiagakan nya dalam reaksi berduka berhubungan dengan diagnosis yang berpotensial dalam ancaman hidup, penyakit kronik. Selama memperkenalkan disertasinya pada konferensi Sigma Theta Tau International di Taipei, Taiwan pada 1989, dia menghadiri presentasi tentang chronic sorrow oleh Mary Lermann Burke dan dengan segera membuat hubungan antara deskripsi Burke tentang chronic sorrow dengan ibu yang mempunyai anak dengan myelomeningocele dan observasinya tentang reaksi griefing diantara anggota support sistem kelompok kanker.

Setelah konferensi, Eakes mengkontak Burke untuk mengeksplorasi kemungkinan penelitian secara kolaboratif. Berdasarkan diskusi mereka, mereka menjadwalkan pertemuan dengan Burke dan koleganya yaitu Margaret A. Hainsworth dan Carolyn Lindgren lulusan Hainsworth.

Konsorsium keperawatan untuk penelitian tentang chronic sorrow (NCRCS) merupakan pertemuan pertama pada musim panas 1989. Anggota NCRCS melakukan pendekatan kualitatif pada populasi dengan kondisi kronik yang mengancam kehidupan, pada caregiver dan individu yang kehilangan. Eakes berfokus pada penelitian dengan diagnosa kanker, family caregiver pada anak dengan penyakit mental dan individu yang berpengalaman tentang kematian. Dari tahun 1992 sampai 1997, Eakes menerima 3 penghargaan penelitian dari East Carolina University School of Nursing dan dua penghargaan penelitian dari Beta Nu Chapter of Sigma Theta Tau International.

Sebagai tambahan dalam publikasinya, Eakes melakukan presentasi yang berhubungan dengan grief-loss dan death dan dying. Eakes juga aktif terlibat dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup pada akhir kehidupan dan mendekati kematian sebagai anggota dari Board of Directors of the End of Life Care Coalition of Eastern North Carolina.
Pada tahun 2002, Eakes menerima penghargaan dari East Carolina University pada penelitiannya yang di integrasikan dalam praktik pembelajaran. Pada 1999, Eakes menerima penghargaan The Best Image untuk publikasi teorinya ”Middle-Range Theory of Chronic Sorrow” dari Sigma Theta tau International Honor Society. Dia merupakan finalis dalam oncology nursing forum 1994. Penghargaan lainnya meliputi seleksi sebagai Edukator keperawatan dari North Carolina Nurses Association pada 1991 dan sebagai peneliti oleh beta nu chapter of Sigma theta tau internasional honor society for nurses pada tahun 1994 dan 1998. Eakes juga sebagai reviewer pada penelitian kualitatif kesehatan pada jurnal internasional dengan interdispliner.
Eakes adalah seorang professor pada Department keperawatan keluarga dan komunitas di East Carolina University School of Nursing dimana dia mengajar tentang psikiatrik dan keperawatan kesehatan mental dan penelitian keperawatan, sebagai pengajar di Master keperawtan dan berbagai disiplin ilmu tentang pelajaran perspktif Death/ dying. Dalam penelitian yang terkini untuk mengemabnagkan peralatan pengkajian tentang Chronic Sorrow, instrument kuantitatif yang di desain untuk mengkaji bukti adanya chronic sorrow dan untuk mengidentifikasi mekanisme koping efektif (G. Eakes, personal communication, 2005).

Mary Lermann Burke
Mary Lermann Burke dilahirkan di Sandusky Ohio dimana dia menyelesaikan sekolah elementary dan secondary. Dia menerima penghargaan untuk pertama kalinya saat diploma dari Good Samaritan Hospital School of Nursing di Cincinnati tahun 1962 kemudian diikuti sertifikat post graduate dari Children’s Medical Center di District Columbia. Setelah beberapa tahun bekerja di keperawatan pediatric, Burke lulus dengan Summa Cum Laude dari Rhode Island College Providence dengan bachelor degree. Pada tahun 1982 dia menerima master degree pada parent-child nursing dari Boston university. Selama program ini, dia juga menerima penghargaan sertifikat dalam Parent-child nursing and Interdisciplinary Training in Development Center of Rhode Island Hospital and the Section on Reproductive and Developmental Medicine, brown University.
Burke tertarik dengan konsep chronic sorrow selama program masternya. Thesisnya berjudul ’The concerns of Mothers of preschool children with myelomeningocele’, yang mengidentifikasi emosi tentang kesedihan yang mendalam. Kemudian waktu disertasi doctoral dia mengembangkan Burke Chronic Sorrow Questionaire, ‘Chronic sorrow in mothers of school-age children with myelomeningocele’.

Margaret A. Hainsworth
Margaret A. hainsworth lahir di Brockville, Ontario Canada. Dia menamatkan pendidikan dasar dan sekundernya di tempat kelahirannya. Dia masuk diploma sekolah keperwatan di Brockville General Hospital dan lulus tahun 1953. Tahun 1959 dia pindah ke United State dan menerima diploma pada keperawatan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1974 dia melanjutkan pendidikan di salve Regina College dan menerima bacalaurate dalam bidang keperawatan tahun 1973 dan master dibidang keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik dari Boston College tahun 1974. dia menerima program Doctor dari University Connecticut tahun 1986. Tahun 1988, menerima sertifikat sebagai spesialis klinik dalam keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik.
Hainsworth berminat pada penyakit kronik dan yang berhubungan dengan dukacita dimulai saat dia sebagai facilitator untuk memberikan dukungan pada wanita dengan multiple sklerosis. Praktik tersebut, menginspirasinya untuk mengambil disertasi dengan judul ’ An ethnographic study of women with multiple sclerosis using symbolic interaction approach’. Penelitian ini dipresentasikan pada Konggres sigma theta tau di Taipei, Taiwan pada tahun 1989. pada konferensi ini dia menjadi familiar dengan penelitian tentang chronic sorrow setelah menghadiri presentasi yang diadakan Burke.

SUMBER TEORI
Nursing Concorcium Reseach Chronic Sorrow (NCRCS) dibuat berdasarkan middle range teori keperawatan mengenai kesedihan kronis ( chronic sorrow). Kemudian untuk membentuk dasar konseptualisasi mengenai koping individu terhadap kesedihan kronis digunakanlah model stress dan adaptasi milik Lazarus dan Folkman (1984). Konsep kesedihan kronis berasal dari teori oleh Olshansky (1962). Para teoris NCRCS mengintip observasi Olshansky mengenai orang tua dengan anak-anak retardasi mental yang mengalami kesedihan yang terus berulang. Ia menyebutkan dengan kesedihan kronis. Selain itu Bowlby dan Lindemann dalam Lindgsen (1992) membuat konsep berduka sebagai proses yang akan selesai seiring dengan perjalanan waktu dan jika tidak selesai berduka dikatakan sebagai abnormal.
Kebalikan dengan teori yang terikat waktu milik Bowlby tersebut, Wilker et all mengatakan bahwa kesedihan yang berulang merupakan peristiwa normal ( Lindgsen, 1992). Sedangkan Burke dalam studinya pada anak-anak dengan spina bifida mendefinisikan kesedihan kronis sebagai kesedihan menetap yang permanent, periodic dan progresif dan bersifat alami (Hainsworth, Eakes, Burke, 1994).
NCRCS menggunakan hasil studi Lazarus dan Folkman sebagai dasar metode manejemen yang efektif gabi model yang mereka gunakan. Adanya perbedaan atau inkonsistensi dan respon terhadap duka yang berulang merangsang mekanisme koping individu.

PENGGUNAAN BUKTI EMPIRIS
NCRCS mengadakan studi terhadap :Individu dengan kanker, infertilitas, mutiple sclerosis, parkinson
Pelaku rawat suami atau istri dengan gangguan mental kronis, mutiple sclerosis dan Parkinson
Pelaku rawat orang tua pada anak dewasa dengan gangguan mental kronis
Berdasarkan kondisi-kondisi diatas tersebut para teoris menyatakan bahwa kesedihan kronis dapat terjadi pada semua situasi dimana rasa kehilangan tidak dapat diselesaikan atau tidak dapat dihentikan
Studi kemudian dikembangkan kepada para individu yang mengalami kehilangan (berduka) pada keadaan diri sendiri. Dinyatakan dalam studi ini bahwa populasi ini juga terus menerus mengalami kesedihan kronis.
Berdasarkan bukti-bukti empiris tersebut maka dinyatakan bahwa definisi kesedihan kronis sama dengan kesedihan menetap yang bersifat periodic dalam waktu permanen, atau perasaan terkait sedih lainnya secara terus menerus yang terjadi karena pengalaman kehilangan. (Eakes et all, 1998)


MODEL TEORI CHRONIC SORROW
Dalam rentang kehidupan manusia, individu dihadapkan pada situasi kehilangan yang dapat terjadi secara terus menerus ataupun satu kejadian. Pengalaman kehilangan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Kejadian tersebut dapat memicu timbulnya kesedihan atau dukacita berkepanjangan/ mendalam yang potensial progresif, meresap dalam diri individu, berulang dan permanent. Individu dengan pengalaman kesedihan tersebut biasanya akan menggunakan metode management dalam mengatasinya. Metode management dapat berasal dari internal (koping personal) ataupun dari eksternal (dukungan orang yang berharga maupun tim kesehatan). Jika metode managemant yang digunakan efektif maka individu akan meningkat perasaan kenyamanannya. Tetapi jika tidak efektif akan terjadi hal sebaliknya.

MAYOR KONSEP DAN DEFINISI
Chronic Sorrow
Chronic sorrow adalah ketidakseimbangan yang berkelanjutan karena kehilangan yang dikarakteristikkan dengan pervasif dan permanen. Gejala kesedihan berulang secara periodik dan biasanya gejala ini terus berkembang.

Loss
Kehilangan muncul karena adanya ketidakseimbangan/ perbedaan antara ideal dan situasi atau pengalaman yang nyata. Sebagai contoh anak yang sempurna dengan anak dengan kondisi kronik yang berbeda dengan ideal.

Trigger Events
Kejadian pencetus adalah situasi, keadaan dan kondisi yang menyebabkan perbedaan atau kehilangan berulang dan memulai atau memperburuk perasaan berduka.

Management method
Management method diartikan bahwa individu menerima keadaan chronic sorrow. Hal tersebut dapat secara internal (strategi koping personal) atau eksternal (praktisi pelayanan kesehatan atau intervensi orang lain).

Inefektif management
Management inefektif merupakan hasil dari strategi yang meningkatkan ketidaknyamanan atau mempertinggi perasaan chronic sorrow.

Effective management
Management efektif merupakan hasil dari strategi yang meningkatkan kenyamanan perasaan individual.

STRATEGI MANEJEMEN
NCRCS menyakinkan bahwa kesedihan kronis bukan masalah jika para individu dapat melakukan menejemen perasaan secara efektif. Strategi tersebut adalah :
Strategi koping internal
Action ( tindakan ), mekanisme koping action individu baik yang bersangkutan maupun pelaku rawatnya. Contohnya metode distraksi yang umum digunakan untuk menghadapi nyeri
Kognitif, mekanisme koping ini juga sering digunakan, misalnya berpikir positif, ikhlas menerima semua ini
Interpersonal, mekanisme koping interpersonal misalnya dengan berkonsultasi dengan ahli jiwa, bergabung dengan kelompok pendukung, melakukan curhat
Emosional, mekanisme koping emosional misalnya adalah menangis dan mengekspresikan emosi
Strategi menejemen ini semua dianggap efektif bila para pelaku atau individu mengaku terbantu untuk menurunkan perasaan kembali berduka (re-grief)
Strategi koping eksternal, dideskripsikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh professional kesehatan dengan cara meningkatkan rasa nyaman para subyek dengan bersikap empati, memberi edukasi serta merawat dan melakukan tindakan professional kompeten lainnya.

ASUMSI MAYOR
Keperawatan
Praktek keperawatan memiliki lingkup praktek untuk mendiagnosa adanya kesedihan kronis untuk kemudian melakukan intervensi untuk mengatasinya. Peran utama perawat adalah bersikap empati, memberi edukasi, serta merawat dan melakukan tindakan professional kompeten lainnya

Manusia
Memiliki persepsi ideal mengenai proses kehidupan dan kesehatan. Manusia akan membandingkan pengalamannya dengan idealismenya pribadi dan dengan orang-orang disekitarnya. Meskipun pengalaman individu terhadap kehilangan bersifat unik, namun terdapat komponen-komponen yang umumnya dapat diprediksi ada terikat pengalaman kehilangan

Kesehatan
Kesehatan seseorang tergantung adaptasi terhadap kesenjangan yang tercipta setelah kehilangan. Koping yang efektif menghasilkan respon normal terhdap kehilangan

Lingkungan
Lingkungan pelayanan kesehatan merupakan tempat terjadinya interaksi individu dalam konteks social, dengan keluarga, social dan pekerjaan.

PENERIMAAN DALAM KEPERAWATAN
Praktek keperawatan
Membantu perawat dalam menghadapi pasien dan keluarga, pelaku rawat untuk secara efektif memenejemen kejadian- kejadian pemicu kesedihan kronis

Pendidikan
Memberi masukan bagi NANDA dalam diagnosa keperawatan diterima pada tahun 1998. Merupakan langkah penting dalam mengajarkan praktek berbasis bukti atau fakta

Riset
Menjadi dasar pengembangan studi ini terhadap populasi, misalnya pasien dengan HIV/AIDS, ibu dengan anak anemia sickle cell, asma dan DM


APLIKASI TEORI CHRONIC SORROW
KASUS
Annie adalah anak pertama Amanda dan Alan yang sudah lama dirindukan kehadirannya didunia ini. Ketika dia dilahirkan dia tidak responsif, terkulai dan tidak mampu untuk saat diberi makan. Prognosisnya buruk dan dia diprediksikan tidak akan bertahan hidup. Ketika dia berumur beberapa minggu, orang tua nya membawanya pulang ke rumah dan mereka doberitahu untuk memberinya kecintaan, karena dia akan berumur pendek. Faktanya, perawat klinik mengatakan kepada Amanda bahwa itu akan lebih baik jika Annie menghilang saja. Karena ternyata Amanda mempunyai radang selaput otak (viral meningitis) selama trimester pertama kehamilannya.

Tinjauan teori:
Orang tua dengan anak yang didiagnosa dengan ketidakmampuan/ disability saat lahir atau dalam awal hidupnya, mulai belajar proses yang disebut dengan kehilangan “loss” anak yang normal dan peran orangtua yang normal yang mereka harapkan.

Profesional perawatan kesehatan primer membutuhkan pemahaman terhadap kehilangan alamiah ini dan dampaknya terhadap kehidupan keluarga dan masa depan orangtua. Saat didiagnosa adalah merupakan waktu penuh emosional dan kebingungan yang sering juga adalah kecemasan yang tinggi. Rangtua tidak akan pernah sipa untuk mendengar berita yang traumatik tentang anak mereka dan pendapat anggota keluarga, teman, para kenalan dan laporan media yang menambah kebingungan mereka. Informasi akurat dan komprehensif tentang disability dibuat secepat mungkin meliputi hasil positif dan negatif terhadap kerusakan dan disablity. Sebaiknya orangtua dipersiapkan dulu bahwa mereka akan mendengar berita buruk.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Georgene Gaskill Eakes, Mary Lermann Burke dan Margaret A. Hainsworth

Chronic Sorrow:
Kesedihan mendalam dirasakan oleh keluarga Amanda dan alan karena Annie adalah anak yang idam-idamkan. Tetapi dia mengalami keterbatasan.

Loss
Pasangan Amanda dan Alan ”kehilangan” anak normal/sempurna. Dia mengharapkan (idealnya) anak mereka bisa hidup dengan normal seperti anak yang lain, tetapi kenyataan sejak lahir Annie sudah mempunyai keterbatasan yang disebabkan karena radang selaput otak yang diderita Amanda.

Trigger events
Annie sebagai anak yang diharpakan lahir tidak sesuai harapan. Ketika dia dilahirkan dia tidak responsif, terkulai dan tidak mampu untuk saat diberi makan

Management method
Secara internal pasangan ini menggunakan strategi koping untuk mengidentifikasi proses berduka. Secara eksternal didapat dari dukungan keluarga lain atau praktisi perawatan kesehatan. Perawat juga dapat membantu mengidentifikasi strategi koping secara personal.
Berikut adalah rencana management untuk mengatasi permasalahan diatas:

Diagnosa keperawatan
Outcome
Intervensi
Sedih kronis berhubungan dengan pengalaman sakit fisik kronik/ ketidakmampuan orang yang signifikant
- menunjukkan grief resolution
- mengeksprsikan perasaan bersalah, marah dan sedih
- mengidentifikasi penggunaan strategi koping yang efektif
- mengungkapkan dampak kehilangan
- mencari inforamsi tentang penyakit dan perawatan
Grief work fasilitation:
- identifiksi kehilangan
- bantu pasien untuk mengidentifikasi ikatan antara orang yang hilang
- bantu pasien untuk mengidentifikasi reaksi pertama terhadap kehilangan
- anjrkan untukmengekspresikan perasaan kehilangan
- dengarkan ekspresi kesedihan
- anjurkan diskusi pengalaman kehilangan sebelumnya
- anjurkan pasien untuk mengungkapkan memori tentang kehilangan baik masa lalu dan sekarang
- buat pernyataan empati tentang duka cita
- anjurkan identifikasi ketakutan yang paling besar terhadap kehilangan
- instruksikan dalam fase berduka
- dukung perkemabangan melalui tahapan berduka
- libatkan orang yang berarti dalam diskusi/ pengambilan keputusan
- bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi koping personal
- anjurkan pasien untuk melakukan kebiasaan sosial, budaya dan keagamaan
- komunikasikan tentang penerimaan kehilangan
- beri reinforcement untuk perkembangan yang dbuat dalam proses berduka
- bantu dalam mengidentifikasi modifikasi lifestyle yang dibutuhkan
Hope instillation
- bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi harapan dalam hidup
- informasikan pasien tentang situasi saat ini adalah bagian yang temporer
- demonstrasikan harapan dengan mengenali nilai intrinsik pasien dan pandangan penyakit dari segi individu
- kembangkan mekanisme koping individu
- ajarkan mengenali realita dengan mengamati situasi dan membuat perencanaan darurat
- bantu pasien menemukan dan meninjau ulang tujuan berhubungan dengan harapan
- bantu pasien kembangkan spiritual diri
- hindari menutupi kebenaran
- libatan pasien secara aktif dalam perawatan diri
- ajarkan kepada keluarga tentang aspek positif pada harapan
- berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk terlibat dalam kelompok pendukung
- ciptakan lingkungan untuk praktik keagamaan pasien
Coping enhancement
- Kaji hal-hal yang dapat merubah gambaran diri klien
- Kaji dampak situasi kehidupan klien terhadap peran dan hubungan
- Dukung klien untuk mengidentifikasi gambaran nyata perubahan peran
- Kaji pemahaman klien terkait dengan proses penyakit
- Kaji dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi
- Gunakan pendekatan yang membuat klien tenang dan nyaman
- Ciptakan suasana untuk dapat menerima klien
- Bantu klien untuk mengembangkan kemampuannya untuk menerima kejadian yang dialaminya
- Bantu klien mengidentifikasi informasi yang paling menarik
- Berikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan prognosis
- Berikan klien untuk memilih jenis perawatan yang diinginkan
- Dukung klien untuk bersikap realistik
- Evaluasi kemampuan klien untuk membuat keputusan
- Kaji persepsi klien terhadap situasi yang menimbulkan stress
- Hindari pembuatan keputusan pada saat klien mengalami stress berat
- Gunakan pendekatan dengan sabar
- Bina hubungan dengan orang-orang yang memiliki ketertarikan dan tujuan yang sama
- Dukung dalam aktivitas sosial dan komunitas
- Dukung penerimaan terhadap keterbatasan orang lain
- Kaji latar belakang spiritual dan budaya klien
- Sediakan dukungan spiritual
- Eksplorasi prestasi-prestasi yang pernah dicapai sebelumnya untuk meningkatkan koping
- Eksplorasi alasan-alasan untuk mengkritik diri sendiri
- Hilangkan perasaan ragu yang dialami
- Bantu untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif
- Pelihara situasi yang mendukung kemandirian
- Bantu klien mengidentifikasi respon positif dari orang lain
- Dukung identifikasi nilai-nilai kehidupan yang spesifik
- Eksplorasi mekanisme koping yang pernah dilakukan oleh klien dalam menghadapi masalah kehidupan
- Kenalkan klien dengan orang atau grup yang telah sukses dalam menyelesaikan masalah yang sama
- Dukung penggunaan mekanisme defensif
- Dukung klien untuk mengungkapkan perasaan, persepsi dan ketakutannya
- Diskusikan konsekuensi ketika tidak mampu menerima rasa bersalah dan perasaan malu
- Dukung klien untuk mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang
- Bantu klien untuk menyederhanakan tujuan menjadi labih mudah untuk dilakukan
- Bantu klien untuk mengkaji sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan
- Kurangi stimulus lingkungan yang dapat mengancam
- Kaji kebutuhan psaien akan support sosial
- Tingkatkan keterlibatan keluarga dan orang-orang terdekat dalam perawatan
- Dukung keluarga untuk mengunkapkan perasaannya mengenai penyakit yang dialami anggota keluarganya
- Sediakan keterampilan-keterampilan sosialisasi
- Bantu klien mengidentifikasi strategi positif untuk menerima keterbatasannya dan mengatur kebutuhan hidupnya serta perubahan peran yang telah terjadi
- Bantu klien untuk memecahkan masalahs ecara konstruktif
- Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi sesuai kebutuhan
- Kaji kesedihan klien dan kehilangan pekerjaannya akibat kondisi sakitnya dan atau ketidakmampuannya
- Kaji untuk mengklarifikasi adanya konsep yang salah pada klien
- Anjurkan klien untuk mengevaluasi perilakunya

Counseling:
- Bina hubungan saling percaya sebagai dasar rasa percaya dan perhatian
- Tunjukkan perasaan empati, kehangatan, dan ketulusan
- Lakukan konseling yang lebih mendalam
- Tentukan tujuan
- Tingkatkan prifasi klien dan rasa percaya diri klien
- Berikan informasi yang nyata sesuai kebutuhan
- Anjurkan untuk mengekspresikan perasaan
- Identifikasi permasalahan atau situasi yang menyebabkan sterss pada klien
- Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi ekspresi perasaan
- Tanya pada klien atau orang terdekat lainnya untuk mengidentifikasi apa yang dapat atau tidak dapat mereka kerjakan terkait dengan kejadian ini
- Kaji klien untuk mencatat dan memprioritaskan alternatif kemungkinan dari permasalahan yang ada
- Identifikasi beberapa perbedaan diantara pandangan klien terhadap situasi dan pandangan klien terhadap pemberi layanan kesehatan
- Kaji bagaimana perilaku keluarga terhadap klien terkait dengan penyakit yang dialami
- Ungkapkan perbedaan diantara perasaan dan perilaku klien
- Gunakan tools pengkajian untuk membantu meningkatkan kesadaran diri klien dan pengetahuan konselor terhadap situasi yang terjadi
- Ungkapkan secara selektif pengalaman-pengalaman klien sendiri serta ketulusan dan keyakinan pribadi yang sesuai
- Identifikasi kekuatan klien dan beri dukungan
- Berikan reinforcemnet terhadap setiap perkembangan yang baru
- Jika memungkinkan, jangan membuat keputusan pada saat klien berada dalam kondisi stress berat

Emotional Support:
- Diskusikan dengan klien terkait pengalaman emosional klien
- Eksplorasikan stimulus yang memicu emosi klien
- Berikan dukungan atau pernyataan yang empati
- Berikan sentuhan yang terapeutik
- Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri
- Bantu klien untuk mengungkapkan perasaannya seperti cemas, takut, sedih
- Dengarkan keluhan klien dengan tenang
- Fasilitasi klien untuk mengidentifikasi mekanisme koping terhadap ketakutan yang dialami
- Berikan dukungan selama fase menolak, marah, tawar menawar dan menerima terhadap proses berduka
- Identifikasi adanya perasaan marah, frustasi dan amuk yang dialami klien
- Berikan kesempatan klien untuk mengunkapkan perasaannya atau menangis untuk menurunkan emosinya
- Berada bersama klien dan beri rasa aman dan nyaman selama periode cemas
- Bantu dalam pengambilan keputusan
- Kurangi beban pikiran klien ketika klien berada dalam kondisi stress (jangan menambah beban pikirannya selama sakit)

Spiritual Support:
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk membina rasa percaya dan empati
- Kaji pengalaman masa lalu klien yang mendukung kekuatan spiritualnya
- Rawat klien dengan sopan
- Motivasi klien untuk mengenang masa lalu yang menyenangkan
- Motivasi klien untuk berinteraksi dengan anggota keluarga, teman dan orang lain
- Berikan waktu khusus dan ketenangan untuk aktivitas spiritual
- Motivasi klien untuk berpartisipasi dalam kelompok pendukung sosialnya
- Ajarkan metode relaksasi, meditasi dan imaginasi terbimbing
- Diskusikan kepercayaan diri mengenai arti dan tujuan hidup
- Diskusikan pandangan spiritual klien
- Berikan kesempatan untuk mendiskusikan berbagai pandangannya tentang sistem kepercayaan
- Berdoa dengan klien
- Sediakan alat pendukung spiritual seperti musik, bacaan atau radio, atau program-program televisi
- Empaty terhadap ekspresi klien akan kesendirian dan ketidakberdayaan
- Dukung penggunaan sumber-sumber spiritual
- Libatkan rohaniawan
- Fasilitasi individu untuk melakukan meditasi, ibadah atau ritual dan tradisi keagamaannya
- Dengarkan secara cermat
- Yakinkan klien bahwa perawat akan selalu ada untuk klien
- Menerima setiap keluhan klien terkait penyakit dan kematian
- Bantu klien untuk mengekspresikan perasaan marah dan cara mengendalikannya.




DAFTAR PUSTAKA


Marriner Tomey, Alligood Raile Martha. (2006). Nursing theorists and their work. Ed 6th. Mosby Inc: St Louis Missiouri.

Nursing outcomes classification (NOC). (2004). Editors Sue Moorhead, marion Johnson, Meridean Maas. Ed 3rd. Mosby Inc: St Louis Missiouri.

Nursing interventions classification (NIC). (2004). Editors, Joanne McCloskey Dochterman, Gloria M. Bulechek. Ed 4th. Mosby Inc. St. Louis Missiouri.

Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia

BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak terlepas dari adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan berbagai trend dan isu yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan Medikal Bedah serta Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.

1.2 Tujuan
Mengidentifikasi trend dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
Mengidentifikasi isu dalam keperawatan medikal bedah di Indonesia
Mengetahui implikasi trend dan isu keperawatan medikal bedah terhadap perawat di Indonesia

1.3 Manfaat
Meningkatkan pemahaman perawat terhadap perkembangan trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia
Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah
Mengetahui keterkaitan keperawatan medikal bedah dengan trend dan isu yang berkembang dalam bidang kesehatan
Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik

BAB II
Tinjauan Pustaka


Pelayanan kesehatan berkembang sangat pesat dengan sistem yang komplek, khususnya pada keperawatan medikal bedah, salah satu faktor yang berpengaruh yaitu perubahan kehidupan sosial masyarakat.
Trend dan isu dalam keperawatan medikal bedah merupakan salah satu komponen yang membentuk filosofi keperawatan dan penyedia layanan keperawatan pada abad 21. Burke and Lemone (1996) menjelaskan beberapa trend dan issue yang berkembang saat ini yaitu:
Perubahan populasi yang membutuhkan perawatan
Menurut data statistik menunjukkan 50 % pasien yang dirawat di ruang akut adalah usia >75 tahun dan 45 % yang dirawat di ruang critical care adalah usia 65 tahun.
Penduduk lansia
Jumlah penduduk lansia meningkat secara tajam sejak tahun 1900. Penduduk lansia saat ini berjumlah 12 % dari penduduk dunia. Lansia menderita penyakit kronik dan membutuhkan perawatan jangka lama, perawatan di rumah dan layanan komunitas. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 jumlah lansia menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada tahun 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Pasien dengan HIV
Jumlah pasien dengan HIV meningkat secara tajam, lebih dari 40 juta jiwa (www.voanews.com), di Indonesia kasus AIDS sejak 1987 sampai dengan 2004 mencapai jumlah 2683 orang dan pada tahun 2005 jumlah penderita AIDS tercatat sekitar 2638 orang. Hal ini menggambarkan bahwa telah terjadi ledakan epidemi pada tahun 2005.
Penduduk miskin
Pada Maret 2007, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Indonesia sebesar 37,17 juta atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia saat ini sebesar 224,177 juta (www.menkokesra.go.id, 2007). Hal ini dapat dikaitkan dengan ketidakmampuan penduduk miskin dalam membayar fasilitas layanan kesehatan sehingga pemerintah ikut bertanggung jawab dalam menyediakan layanan kesehatan bagi penduduk miskin.
Tunawisma
Berdasarkan data dari askes Indonesia menyebutkan bahwa sedikitnya 2,6 juta gelandangan, anak jalanan, dan orang sakit jiwa akan dimasukkan ke skema kepesertaan program jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) tahun 2008 (www.mediaindonesia.com). Hal ini merupakan tantangan bagi perawat medical bedah dalam menyediakan layanan asuhan keperawatan yang meliputi layanan kep[erawatan emergencyi, layanan kesehatan masyarakat, rawat jalan dan rawat inap (Burke and Lemone, 1996)
Pemakaian Teknologi Komputer dalam Keperawatan
Saat ini di Indonesia sedang dikembangkan telenursing, dimana asuhan keperawatan dilakukan jarak jauh (www.ppni.go.id). Pengembangan komputer dalam kesehatan meliputi sistem administrasi keperawatan, sistem diagnosa cepat, sistem jadwal dinas, pendidikan berkelanjutan, rekam medik, asuhan keperawatan (Burke and Lemone, 1996)
Sistem Layanan Kesehatan
Trend dan isu dalam sistem layanan kesehatan meliputi sistem upah, sistem rawat jalan, perawatan intensif dan rehabilitasi, pendidikan keperawatan berkelanjutan untuk tingkat spesialisasi, penentuan kebijakan dalam hal kualitas mutu rumah sakit dan berbasis komunitas
Peran perawat dalam sistem kebijakan kesehatan
Trend dan isu dalam kebijakan kesehatan meliputi restrukturisasi sistem pelayanan keperawatan, meminimalkan biaya kesehatan, managemen kasus, long term care

BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai bidang yang meliputi:

a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis, mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai.

b. Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka
Trend perawatan luka yang digunakan saat ini adalah menjaga kelembaban area luka. Luka yang lembab akan dapat mengaktivasi berbagai growt factor yang berperan dalam proses penutupan luka, antara lain TGF beta 1-3, PDGF, TNF, FGF dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah durasi waktu dalam memberikan kelembapan pada luka sehingga resiko terjadinya infeksi dapat diminimalkan. Selain itu prinsip ini juga tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan unsur-unsur penting lainnya serta merupakan wadah terbaik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan replikasi secara optimal, sehingga dianggap prinsip ini sangat efektif untuk penyembuhan luka. Hal ini akan berdampak pada layanan keperawatan, meningkatkan kepuasan pasien serta memperpendek lama hari perawatan. Namun demikian, prinsip ini belum diterapkan di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.

c. Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group
Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang, hal ini akan berdampak pada perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak terjadinya HIV-AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang dikembangkan model ”peer group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain. Metode ini telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun angka kejadian AIDS pada kelompok remaja hingga Juni 2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang remaja mengidap AIDS/IDU. Hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini. Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah saling mempengaruhi.

d. Program sertifikasi perawat keahlian khusus
Bermacam-macam program sertifikasi saat ini mulai berkembang dalam tatanan layanan keperawatan, khususnya pada bidang keperawatan medikal bedah misalnya sertifikasi perawat luka oleh INETNA, sertifikasi perawat anastesi, perawat emergency, perawat hemodialisa, perawat ICU, perawat ICCU, perawat instrument OK. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah standarisasi setiap sertifikasi sudah sesuai dengan kompetensi perawat profesional karena menurut analisa kami program tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa arahan yang jelas dari organisasi profesi dan terkesan hanya proyek dari lembaga-lembaga tertentu saja.

e. Hospice Home Care
Hospice home care adalah perawatan pasien terminal yang dilakukan di rumah setelah dilakukan perawatan di rumah sakit, dimana pengobatan sudah tidak perlu dilakukan lagi. Bidang garapnya meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual yang bertujuan dalam memberikan dukungan fisik dan psikis, dukungan moral bagi pasien dan keluarganya, dan juga memberikan pelatihan perawatan praktis. Di Indonesia, metode perawatan ini di bawah pengelolaan Yayasan Kanker Indonesia. Sedangkan di beberapa rumah sakit yang lain program ini sudah dikembangkan, namun belum dilakukan secara legal.

f. One Day Care
Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan hasil analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one day care ini dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan penumpukkan pasien pada rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.

g. Klinik HIV
Saat ini mulai berkembang klinik HIV di beberapa Rumah Sakit pemerintah maupun swasta. Hal ini dilakukan dalam usaha mendeteksi dini akan HIV dan mencegah penyebaran HIV di masyarakat. Target penderita adalah kelompok masyarakat dengan resiko tinggi, misalnya pekerja sex, penderita HIV-AIDS, remaja, kelompok IDU (injection drug use). Klinik ini masih terbatas dikembangkan dibeberapa rumah sakit saja. Hal ini disebabkan karena kurangnya persiapan tenaga yang kompeten dalam bidang tersebut serta sarana dan prasarana yang masih minimal. Selain itu masyarakat masih belum siap untuk memanfaatkan klinik ini, karena ada stigma dimasyarakat masih menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan dan harus dikucilkan. Namun demikian, dalam praktik nyata, telah ada wadah khusus dari Depkes RI untuk menjaring pengidap HIV/AIDS oleh VCT (Voluntary Counselling and Testing). Usaha ini telah berhasil menjaring sejumlah pengidap AIDS dimana hingga bulan Juni 2008 telah terdeteksi 12.686 (Depkes, 2008). Dari sejumlah pasien ini, apabila diibaratkan dengan fenomena gunung es, maka sebenarnya disekeliling kita sudah terdapat banyak pasien dengan HIV/AIDS.

h. Klinik Rawat Luka
Saat ini mulai bermunculan klinik rawat luka yang dikelola oleh sekelompok perawat yang minat dalam perawatan luka. Klinik ini tidak lepas dari kolaborasi dokter-ners. Sifat layanannya dapat berupa home visit atau pasien berkunjung ke klinik secara langsung.

i. Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan
Sejak diakuinya perawat sebagai profesi yang profesional, saat ini mulai bermunculan organisasi profesi perawat kekhususan dalam keperawatan medikal bedah, misalnya HIPKABI (Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia), InETNA (Indonesia Enterostomal Therapy Nursing Association), IOA (Indonesia Ostomy Association), dan sebagainya. Hal ini akan menjadi sarana bagi perawat untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih profesional dalam bidang garapan tertentu, namun demikian akan timbul permasalahan karena jenis keperawatan akan menjadi lebih bervariasi dan berdampak lebih luas pada organisasi keperawatan lebih luas karena akan terkesan terpetak-petak. Selain itu standar dari masing-masing kekhususnan belum jelas.

j. Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah
Kegiatan-kegiatan penelitian diklinik akan mendukung kualitas pelayanan keperawatan dalam mendukung sistem pelayanan kesehatan. Kegiatan tersebut meliputi membentuk komite riset, menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah, kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya dan pendidikan berkelanjutan. Akan tetapi pelaksanaan di Indonesia belum maksimal. Hal ini dibuktikan dengan minimnya kegiatan ilmiah keperawatan di rumah sakit, hasil penelitian jarang didiseminasikan dan dimanfaatkan untuk pengembangan praktik klinis keperawatan.

3.2 Isue Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
a. Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran betadine.

b. Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri.

c. Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter
Ada beberapa pendapat bahwa perawatan luka adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam kenyataannya yang melakukan adalah perawat sehingga dianggap sebagai area abu-abu. Apabila ditinjau dari bebarapa literatur, perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan keilmuannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas kulit.

c. Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan.
Saat ini mulai terdengar istilah euthanasia, baik aktif maupun pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang sengaja dilakukan untuk membuat seseorang meninggal. Sedangkan euthanasia pasif adalah tindakan mengurangi ketepatan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama sekali atau tindakan pendukung lainnya yang dapat mempercepat kematian seseorang. Batas keduanya kabur, bahkan merupakan sesuatu yang tidak relevan. Di Nederland euthanasia sudah dalam proses untuk dilegalisasi. Dikatakan bahwa 72% dari populasi lebih cenderung untuk menjadi relawan euthanasia aktif. Dalam praktik nyata, masyarakat telah melegalkan euthanasia pasif terutama dalam proses aborsi. Diyakini bahwa 30 tahun yang akan datang, euthanasia akan bergeser dari sesuatu yang ”samar-samar” menjadi sesuatu yang legal. Dalam hal ini, perawat berada dalam posisi yang sangat baik untuk mengkajinya secara lebih obyektif, sehingga akan menjadi kesempatan terbaik bagi perawat untuk mengambil bagian terlibat aktif dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan terkait, khususnya pada kasus keperawatan medikal bedah.

d. Pengaturan sistem tenaga kesehatan
Sistem tenaga kesehatan di Indonesia saat ini belum tertata dengan baik, pemerintah belum berfokus dalam memberikan keseimbangan hak dan kewajibaan antar profesi kesehatan. Rasio penduduk dengan tenaga kesehatan pada tahun 2003 menunjukkan perawat 108,53, bidan 28,40 dan dokter 17,47 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dari DEPKES menyebutkan bahwa puskesmas belum mempunyai sistem penghargaan bagi perawat.

e. Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1
Dengan alasan tidak kuat menggaji lulusan S1 Keperawatan, banyak rumah sakit pemerintah dan swasta yang menyerap lulusan D3 keperawatan. Dilihat dari jumlah formasi seleksi CPNS, jumlah S1 sedikit dibutuhkan dibandingkan D3 keperawatan. Hal ini akan berdampak pada kualitas layanan asuhan keperawatan pada lingkup medikal bedah yang hanya berorientasi vokasional tidak profesional.

f. Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
a. Trend Keperawatan Medikal Bedal Bedah dan Dampaknya di Indonesia.
Beberapa trend yang terjadi dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, diantaranya adalah: telenursing, Prinsip Moisture Balance dalam Perawatan Luka, Pencegahan HIV-AIDS pada Remaja dengan Peer Group, Program sertifikasi perawat keahlian khusus, Hospice Home Care, One Day Care, Klinik HIV, Klinik Rawat Luka, Berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan, Pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah. Disadari bahwa semua trend tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pelayanan keperawatan di seluruh Indonesia.
b. Isu dalam Keperawatan Medikal Bedah dan Dampaknya di Indonesia
Beberapa isue yang berkembang dalam Keperawatan Medikal Bedah di Indonesia, antara lain: Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka, Belum ada dokumentasi keperawatan yang baku sehingga setiap institusi rumah sakit mengunakan versi atau modelnya sendiri-sendiri, Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter, Euthanasia: suatu issue kontemporer dalam keperawatan, Pengaturan sistem tenaga kesehatan, Lulusan D3 Keperawatan lebih banyak terserap di Rumah sakit pemerintah dibandingkan S1, dan Peran dan tanggung jawab yang belum ditetapkan sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga implikasi di rs antara DIII, S1 dan Spesialis belum jelas terlihat.
4.2 Saran
a. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indonesia sehingga dapat dikembeangkan dalam tatanan layanan keperawatan.
b. Diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti trend dan isu tersebut melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di Lingkungan Rumah Sakit dalam Lingkup Keperawatan Medikal Bedah.



Daftar Pustaka


Ditjen PPM dan PPL Depkes RI (2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia . http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf, diakses Selasa, 23 september 2008, pukul 11.00 WIB

dll